sederhana, tapi sarat makna. Masih dengan penggambaran pemandangan desa , kali ini desa Karangsoga, yang demikian damai, kehidupan para penyadap nira yang miskin, keluarga pembuat gula merah yang hanya bisa berpikir makan apa hari ini. Cerita di buka tentang kehidupan penderes nila di Desa Karangsoga. salah satunya adalah Darsa, yang merasa sangat beruntung karena memiliki istri secantik Lasi. Lasi anak keturunan Jepang-Indonesia, dengan kekhasan fisik yang tampak berbeda dengan pemuda lain di Desa Karangsoga. Sejak kecil Lasi yang berbeda selalu menjadi bahan olokan teman-temannya. Berbagai spekulasi tentang orangtua Lasi menambah minder bocah Lasi, yang terbawa hingga ia dewasa. Suatu hari Darsa jatuh dari Phon tempat ia menderes nila.
menyebabkan Darsa harus mesuk rumah sakit dan tidak bisa bekerja. selain itu juga Darsa mengalami lemah syahwat. Disinilah konflik mulai terlihat. Lasi yang sabar menghadapi Darsa yang lemah dan lebih banyak ngompol. mengusahakan pengobatan apapun untuk Darsa. termasuk di pijat oleh tetangga mereka. di sini lah pangkal masalah bermula, ketika Darsa dinyatakan sembuh, beredar pula kabar bahwa anak tetangga mereka yang juga anak tukang pijat itu hamil, yang menghamili adalah Darsa. Lasi memutuskan lari dari Karangsoga. menumpang truk mengantar gula merah, ia singgah di salah satu warung makan langganan sang supir dan kernetnya. mulailah Lasi tinggal di warung itu daripada dia harus pulang ke karangsoga. Adapun bu Lanting, pemilik warung tempat Lasi tinggal, bermaksud menjualnya, karena melihat paras Lasi yang mirip Jepang. pada tahun-tahun itu sangat laris memang untuk perempuan-perempuan yang memiliki paras keturunan cina atau jepang, yang di sebabkan para penguasa zaman itu juga memiliki istri atau gundik berbangsa jepang. Lasi berpindahtangan ke seorang perempuan yang ternyata mucikari untuk kalangan pejabat. Handarbeni, seorang bapak yang sudah berumur dan berbadan gemuk dengan perut membuncit, menjadi orang pertama yang memperistri Lasi sebagai gundiknya. Lasi mulai terbiasa dengan hidup cukup, dandan dan perhiasan. Lasi hidup bagaikan boneka kesayangan Handarbeni. setelah Handarbeni bosan, ia lepas Lasi begitu saja ke laki-laki lain. Lasi yang dulu berprinsip bahawa apa-apa yang di terima tidak ada yang gratis, suatu saat pasti ada hal yang harus dia lakukan untuk sang pemberi. mulai menikmati saja pemberian-pemberian tersebut, hingga dia bertemu cinta masa kecilnya, Kanjat. Kanjat, anak Pak Tir, juragan Gula merah di Karangsoga. teman sepermainan lasi. Kini menjadi Dosen di salah satu unversitas di Jakarta. Ternyata mereka saling menyimpan cinta yang tak terkata. ketika kanjat bertemu lasi dalam pelariannya dari laki-laki kesekian yang akan menjualnya, ia tak lagi berpikir panjang untuk segera menikahi Lasi walaupun sirri. Kanjat membuktikan tanggungjawabnya pada Lasi, bahakan selalu melindunginya saat permasalahan tentang harta-harta milik Lasi. kanjat pula yang mencarikan Pengacara untuk membebaskan Lasi yang saat itu sedang hamil anaknya. kisah cinta yang luar biasa. di bumbui keaadaan negara pada saat itu, hingga novel tersebut nampak lebih hidup. saya pun seperti terseret kembali ke masa-masa pemerintahan saat itu. Saya selalu suka mendeskripsian Ahmad Tohari tentang pedesaan, begitu hidup dan luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar